Senin, 06 Juni 2022

Dua Rasa yang Berlawanan

 Hari ini ada yang tidak biasa. Rasanya membingungkan. Entah apakah aku harus merasa tertipu atau benar-benar merasa kasihan.

Awalnya, hari ini berjalan biasa saja. Aku bangun pagi karena hari ini aku ada pekerjaan, berangkat pukul 09.00 untuk melakukan instalasi jaringan internet di tempat klien. - Ya, saat ini saya bekerja sebagai teknisi jaringan internet.

Sampai di waktu siang menjelang sore hari, di klien ke dua, yang merupakan toko alat tulis kantor kecil, seorang perempuan datang kesana (tempat saya mengerjakan instalasi - Toko ATK tersebut diatas), membawa totebag hijau besar. Yang saya kira-kira perempuan itu masih SMP atau kelas awal SMA.

Dia datang dan menawarkan klien saya (si pemilik toko) pempek yang ia bilang dari sekolahnya dan masih segar, dalam artian baru dibuat (sesuai dengan yang saya pahami saat itu). Si pemilik toko menolak dengan sopan dan beralasan bahwa ia baru saja makan siang. Perempuan itu terus merayu tetapi si pemilik toko tetap menolak dengan sopan dan alasan yang sama.

Kemudian perempuan itu bertanya ke pemilik toko, "Pak, boleh minta minum?", Ia menanyakan hal yang sama sebanyak tiga kali berturut-turut, diselingi jawaban dari pemilik toko yang menolak, lagi-lagi dengan baik, dengan alasan bahwa ia tidak punya air minum. Dan sejujurnya si pemilik toko berkata benar (saya rasa), karena saya tidak melihat ada dispenser air minum atau yang semacamnya di tokonya itu.

Kemudian perempuan itu terdiam, lalu saya mendengar perempuan itu seperti menangis, tersedu-sedu layaknya orang yang sedang sakit flu. Entah apakah ia benar-benar menagis, atau ia memang sedang sakit, saya tidak tahu. Perasaan saya terpecah menjadi dua.

Kemudian perempuan itu memasukkan kembali pempek yang ia jual ke dalam totebag yang ia bawa itu dan bergegas pergi dan tanpa sengaja menjatuhkan sekotak pulpen dagangan pemilik toko. Pemilik toko itu pun tidak menyadarinya. Ia tidak tahu siapa perempuan tadi, dan pengunjung toko juga tidak tahu.

Saya melanjutkan pekerjaan saya di klien berikutnya, yang kebetulan searah dengan perempuan tadi. Selama saya bekerja, saya melihat perempuan tadi masuk ke tiap-tiap toko dan menjajakan barang dagangannya. Mulai dari toko sembako hingga swalayan. Sampai akhirnya, saya melihat perempuan itu keluar dari sebuah swalayan, dan menunggu pesanan ojek online. Entah apakah dia sendiri yang memesan itu atau ia meminta seseorang di sekitar swalayan itu memesankan ojek online untuknya.

Sembari menunggu jemputannya datang, ia membeli minuman alpukat di depan swalayan tempat ia menunggu. Di sinilah saya mulai bertanya-tanya. Apakah ia benar-benar berjualan untuk/dari sekolah atau hanya untuk dalih supaya mendapatkan rasa iba dari pembeli?

Oke, sebelum saya bicara macam-macam, saya tahu beberapa sekolah terkadang mengadakan lomba atau semacam kompetisi antar sekolah yang acaranya ditutup dengan pentas atau konser musik. Dan itu memang membutuhkan biaya sangat besar, karena yang saya tahu, acara seperti ini murni diadakan atas inisiatif siswa, umumnya OSIS.

Jika memang itu yang terjadi, maka saya bisa memahami, karena anggota panitia acara seperti itu memang biasanya diharuskan untuk menggalang dana sebesar-besarnya, yang caranya diserahkan ke masing-masing anggota. Bisa dengan berjualan, ataupun meminta sumbangan secara door-to-door. - Dan ini memang sangat melelahkan bagi seorang pelajar, baik fisik maupun mental. Karena ada target yang harus dicapai agar acara tersebut berhasil terselenggara. Atau mereka bisa saja dihukum oleh senior mereka karena dirasa tidak bekerja dengan maksimal.

Akan tetapi jika bukan itu alasannya, entahlah... Rasanya aneh saja melihat hal seperti ini. Perasaan saya terbagi dua. Di satu sisi saya merasa kasihan, dan di sisi lainnya saya merasa tertipu.

Tapi sudahlah... Rasanya hal ini terlalu kecil untuk dipermasalahkan. Saya hanya ingin menuliskan pikiran saya saja, bukan ingin mengeluh soal sesuatu yang tidak ada dampaknya untuk diri saya.

Label: